pemikiran Hadis Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki
RANGKUMAN BUKU “PEMIKIRAN HADIS SAYYID MUHAMMAD ALAWI AL-MALIKI” KARYA ABDUL AZIZ MUSLIH, S.Ag
Dirangkum oleh: Eko Rahmanto, S.Ud
Pemahaman tentang suatu pemikiran keilmuan, tidak dapat dipisahkan dari rantai sanad ilmu tersebut. Sanad ilmu memiliki peranan yang sangat penting, karena merupakan jalan untuk dapat mengetahui kualitas atas suatu keilmuan.
Didalam Islam, sanad keilmuan merupakan hal yang sangat diperhatikan. Salah satu bukti nyata atas perhatian akan sanad keilmuan, terlihat dari penilaian terhadap keotentikan suatu berita yang harus dilihat dari siapa yang membawa berita tersebut. Hadis misalnya, dapat diyakininya suatu hadis sebagai berita yang otentik manakala hadis tersebut dibawa oleh seseorang yang dapat dipercaya. Oleh karena itulah, suatu hadis dinyatakan otentik dan dapat dipercaya, manakala terpenuhi syarat dan ketentuannya, yaitu: bersambungnya sanad, dibawa oleh perawi yang adil dan dhabit serta tidak ada kejanggalan didalam sanad maupun matan hadisnya. Hal ini menunjukkan, bahwa rantai keilmuan memiliki posisi yang sangat penting di dalam Islam.
Sebagai dasar kedua dalam Islam, hadis telah tersebar ke berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Bukan hanya penyebaran hadis, namun pemikiran tentang ilmu hadis pun juga telah banyak tersebar di Indonesia dengan ditandai banyak munculnya tokoh-tokoh ulama hadis baik pada dulu maupun pada era sekarang.
Hadis yang muncul pertama kali di timur tengah (Makkah dan Madinah) dapat berkembang ke berbagai belahan dunia, karena adanya tranmisi keilmuan hadis. Termasuk pula di Indonesia, transmisi pemikiran hadis terjadi karena adanya persinggungan antara ulama Nusantara dengan ulama-ulama timur tengah. Persinggungan ini terjadi karena banyaknya tokoh-tokoh Nusantara yang mempelajari Islam ke Timur tengah, baik belajar tasawwuf, hadis, tafsir dan ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya
Dapat bidang tasawuuf, dapat disebutkan beberapa nama tokoh ulama Nusantara seperti, Nuruddin al-Raniri (1608 M), Abdurrauf al-Singkili (1615-1693 M) dan Yusuf al-Maqassari (1627-1699 M).
Dalam bidang hadis, misalnya Syekh Nawawi al-Jawi al-Bantani (w. 1314 H/ 1897 M) yang menulis kitab Tanqîh al-Qawl al-Hadîts dan Syekh Wan Ali Kutan al-Kalantani (w. 1331 H/ 1913 M) yang menulis kitab al-Jawhar al-Mawhûb. Kedua kitab tersebut merupakan syarh atas karya bertajuk Lubâb al-Hadîts karangan Jalal al-Dîn al-Shuyûthî (w. 911 H/ 1505 M). Kitab ini ditulis oleh dua orang ulama Nusantara tersebut yang berdomisili di Makkah dan hidup pada kurun waktu yang sama. Karya-karya hadis ulama ini juga amat berpengaruh dalam kalangan masyarakat Nusantara dan masih digunakan sebagai teks pengajian agama hingga kini. Selain dua tokoh diatas, dikenal pula nama Syeikh Mahfudz al-Tarmasi (pendiri pesantren Tremas, Pacitan) yang merupakan ulama ahli Hadis dari Nusantara. Beliau menulis kitab ilmu hadis yang diberi nama “Manhaj Dzawin Nadhar”. Muridnya, yakni Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul ‘Ulama), memiliki perhatian pula terhadap hadis dengan adanya salah satu karya, “Risalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah fi hadis al-Maut wa asyrath al-sa’at wa bayan mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah”
Karya-karya diatas, menjadi bukti adanya sanad keilmuan yang jelas dari ulama-ulama Nusantara atas keilmuan ke-Islaman yang ada di Indonesia. Bukan hanya pada masa klasik, sanad keilmuan selalu dipegang oleh pesantren salafiyah dalam keilmuan ke-Islaman hingga saat ini. Hal itu terbukti adanya tranmisi keilmuan Islam dari para ulama-ulama Nusantara yang belajar kepada ulama-ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Timur Tengah.
Salah satu ulama Timur Tengah yang memiliki pengaruh sangat besar dalam tranmisi hadis di Indonesia adalah Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani. Sayyid Muhammad `Alawî al-Mâlikî mempunyai nama lengkap Muhammad Hasan (nama aslinya) Ibn `Alawî Ibn `Abbâs Ibn `Abd al-`Azîz Ibn `Abbâs Ibn `Abd al-`Azîz Ibn Muhammad Ibn Qasim Ibn `Alî Ibn `Arâbî Ibn `Ibrahîm Ibn `Umar Ibn `Abd al-Rahîm Ibn `Abd al-‘Azîz Ibn Harûn Ibn Alosh Ibn Mandîl Ibn `Alî Ibn `Abd al-Rahman Isâ` Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Isâ` Ibn Idrîs Ibn `Abdullâh al-Kamîl Ibn Hâsan al-Mutsanna Ibn Hâsan Ibn `Alî, menikah dengan Sayyidah Fatimah binti Rasulullah Muhammad Saw. Jadi, ia merupakan cucu (generasi) Rasulullah Saw. yang ke-27.
Sayyid Muhammad, lahir pada tahun 1367 H/ 1947 M dan wafat pada hari Jum`at, 15 Ramadhan 1425 H atau 30 Oktober 2004 M. Keluarga beliau dikenal sebagai keluarga yang berilmu dan berwibawa. Ayahnya, al-Imam al-Sayyid `Alawî al-Mâlikî (w. 1971 M) dan kakeknya, al-Sayyid `Abbâs al-Mâlikî, merupakan tokoh besar pada zamannya yang tersohor, terkemuka dan disegani. Baik disegani oleh para ulama yang mengajar di Masjidil Haram (ulama lokal), maupun oleh umat Muslim di dunia (non-lokal).
Sayyid Muhammad Alawi merupakan tokoh yang menguasai berbagai bidang keilmuan, mulai dari tafsir, fiqih, hadis, tasawwuf dan keilmuan-keilmuan Islam lainnya. Karena, memang sejak kecil beliau telah terdidik dengan berbagai keilmuan Islam. Bahkan, pada 25 tahun, ia telah menempuh studi akademis mulai dari S-1, S-2 dan S-3 di Jurusan Hadis Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar Mesir. Gelar Doktoral pun beliau raih dari Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar tersebut dengan predikat excelent, dibawah bimbingan guru besarnya, Prof. Dr. Muhammad Abû Zahrah. Bahkan beliau tercatat sebagai Doktor termuda pertama di Arab Saudi pada saat itu.
Sebagai seorang ulama besar, beliau memiliki banyak guru dalam berbagai bidang keilmuan. Salah satunya adalah di bidang hadis, beliau memiliki guru-guru diantaranya: Habib `Umar Ibn Sumaîth; Habib Hamzah Ibn `Umar al-`Iydrûs; Habib `Aly bin Abdurrahman al-Habsyi, Kwitang, Jakarta; Habib `Aly bin Husayn al-`Aththas, Bungur Jakarta; Habib Hamid bin Muhammad al-Sary, Malang; Habib Shaykh Ibn Sâlim Al-‘Aththâs; Habib Muhammad Ibn Sālim Al-‘Aththâs; Habib `Alawî Ibn `Abdullâh Ibn Shihâb al-Dîn; Habib `Abdullâh Ibn Ahmad al-Haddâr; Habib `Abd al-Rahmân Ibn ‘Abdullâh Al-‘Aththâs; Habib Shalih bin Muhsin al-Hamid, Tanggul Jember; Habib Muhammad Ibn Sâlim Ibn Syekh Abû Bakr Ibn Sâlim, Hadramaut, Yaman; Habib Salim bin Jindan, Jakarta; Habib `Abd al-Qâdir Ibn Ahmad Assegaf, Jeddah; Habib Ahmad Mashhur Ibn Thâhâ al-Haddâd; Habib Abdurrahman bin Abdullah al-Habsyi, Palembang; dan Al-Musnid Syekh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani (Indonesia);
Beliau memiliki banyak karya dalam berbagai bidang keilmuan, seperti kitab Mafâhim Yajîbu an-Tushahah, yang berisi tentang moderasi Islam, interpretasi makna bid`ah, tawassul, tabaruk dan maulid Nabi Muhammad Saw., yang disertai dalil-dalil (al-Qur`an, hadis-hadis shahîh beserta pendapat ulama salaf al-shalîh seperti Ibnu Taimiyyah).
Kitab Mafâhim Yajîbu an-Tushahah, pada esensinya merupakan kitab yang ditulis guna meluruskan pendapat-pendapat kaum Wahabi, yang notabene terlalu ghulûw dan tatharruf dalam memberi fatwa serta berdakwah dalam agama. Sehingga dengan hadirnya kitab ini, diharapkan akan mewujudkan dakwah Islamiyyah sebagaimana yang telah dikehendaki Allah Swt. dan Rasul-Nya, yakni dengan menggunakan metode dakwah Islam yang membawa umat pada rahmatan lil `âlamîn.
Berikut ini detail karya-karya beliau dalam berbagai bidang keilmuan, diantaranya: Karya Bidang Aqidah: Mafâhîm Yajib an Tusahhah, Manhaj al-Salaf fî Fahm al-Nusûs, At-Tahzir min al-Takfîr, Huwa Allâh, Qul Hadzihi Sabîli, Syarh `Aqîdat al-`Awam.
Karya Bidang Al-Qur’an dan Ilmu al-Qur’an (Tafsir): Zubdat al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur`an, Wa Huwa bi al-Ufuq al-`A`lâ, Al-Qawâ`id al-Asasiyyah fî ‘Ulûm al-Qur`an, Hawl Khashâ’is al-Quran.
Karya Bidang Hadis dan Ilmu Hadis: Al-Minhal al-Lathîf fî Ushûl al-Hadîts al-Syarîf, Al-Qawâ`id al-Asasiyyah fÎ `Ilm Mustalah al-Hadîts, Fadl al-Muwatta` wa Inayat al-Ummah al-Islâmiyyah bihi, Anwar al-Masâlik fî al-Muqaranah Bayn Riwâyat al-Muwatta` lî al-Imam Mâlik.
Karya Bidang Sirah (Sejarah): Tarîkh al-Hawâdîts wa al-Ahwal al-Nabawiyyah, ‘Urf al-Ta’rîf bi al-Mawlid al-Syarîf, Al-Anwar al-Bahiyyah fî Isra` wa M’irâj Khaîr al-Bariyyah, Al-Dzakhâ’ir al-Muhammadiyyah, Zikriyat wa Munasabat, Al-Bushra` fî Manaqîb al-Sayyidah Khadijah al-Kubra, Muhammad (Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam) al-Insân al-Kamîl.
Karya Bidang Ushul fiqh: Al-Qawâ‘id al-Asâsiyyah fî Ushûl al-Fiqh,Syarh Manzumat al-Waraqat fî Ushûl al-Fiqh, Mafhûm al-Tatawwûr wa al-Tajdîd fî al-Syari‘ah al-Islamiyyah
Karya Bidang Fiqih: Al-Risâlah al-Islamiyyah Kamâluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha, Labbaîk Allâhumma Labbaîk, Al-Ziyarah al-Nabawiyyah bayn al-Syar‘iyyah wa al-Bid‘iyyah, Syifâ’ al-Fu’ad bi Ziyarat Khayr al-‘Ibâd, Hawl al-Ihtifal bi Zikra al-Mawlid al-Nabawi al-Syarif, Al-Madh al-Nabawi bayn al-Ghulûww wa al-Ijhaf.
Karya Bidang Tasawuf: Shawâriq al-Anwar min Ad‘iyat al-Sadah al-Akhyar, Abwâb al-Farâj, Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar, Al-Husun al-Mani`ah, Mukhtasar Shawâriq al-Anwar.
Karya di Bidang Lain: Fî Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah), Al-Mustasyriqun Bayn al-Insâf wa al-`Asâbiyyah (Kajian Berkaitan Orientalis), Nazrat al-Islam ilâ al-Riyâdhah (Sukan dalam Islam), Al-Qudwah al-Hasanah fî Manhaj al-Da`wah ila Allâh (Teknik Dakwah), Al-Ghulûw (tentang ekstrimisme, radikalisme dalam Islam), Ma La `Aynun Ra`at (Butiran Syurga), Nizam al-Usrah fî al-Islam (Peraturan Keluarga Islam), Al-Muslimun Bayn al-Waqi` wa al-Tajribah (Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman), Kasyf al-Ghumma` (Ganjaran Membantu Muslimin), Al-Da’wah al-Islahiyyah (Dakwah Pembaharuan), Fî Sabil al-Huda wa al-Rasyad (Koleksi Ucapan), Syaraf al-Ummah al-Islamiyyah (Kemulian Ummah Islamiyyah), Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Metodologi Pendidikan Nabawi), Nûr al-Nibras fî Asanid al-Jadd al-Sayyid `Abbâs (Kumpulan Ijâzah Datuk beliau, al-Sayyid `Abbâs), Al-`Uqud al-Lu`luiyyah fî al-Asanid al-`Alawiyyah (Kumpulan Ijâzah Bapak beliau, al-Sayyid `Alawî), Al-Tali` al-Sa‘id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Kumpulan Ijâzah), Al-`Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Kumpulan Ijâzah).
Selain itu, beliau juga memiliki banyak murid di Indonesia, diantaranya adalah : KH. Ihya` Ulumiddin dan adiknya, KH. Syihabbuddin Syifa` dari Pujon Malang, KH. Sadid Jauhari, KH. Luthfi Bashori, KH. Sholeh Basalamah, KH. Thoifur Mawardi Purworejo, Habib Thir al-Kaf, KH. Abdullah Abdurrahman Kebumen, Habib Ahmad bin Zein al-Kaf, KH. Najih Maimoen Rembang beserta adik-adiknya, Habib Sholeh bin Ahmad al-Aydrus, KH. Abdul Goffar, Habib Muhammad bin Idrus al-Haddad, KH. Haris Masduki, Habib Husein bin Abdullah Assegaf Yogyakarta, KH. Mafatihul Huda, Ustadz Baihaqi, KH. Abdillah Muhtar, Ustadz Badaruddin, KH. Mafatih, KH. Kamal Muhlis al-Maliki, KH. Masru`i, KH. Abdurrahman Nawi, KH. Said Thowil, Habib Abdurrahman A Basurah, KH. Ihsanuddin, Habib Abdulkadir al-Haddad, KH. Ahmad Mukhlis, Habib Hud Baqir al-Athhas, KH. Multazim, Habib Saleh bin Muhammad al-Habsyi, KH. Malik, Habib Naqib bin Syechbubakar, KH. Alawy Imron, TG.H. Muhammad Thohir Azhari, KH. Umar Thoha, Habib Abbas al-Haddad, KH. Mahfudz Shobari, Habib Ahmad Barakwan, KH. Zubair, Habib Abdullah Baqir al-`Athhas.
Dalam kaitannya dengan pemikiran hadis, Sayyid Muhammad `Alawî al-Mâlikî, berpendapat bahwa hadis berbeda dengan sunnah. Walaupun secara esensial antara hadis-sunnah merupakan satu hal yang menyatu dan tidak dapat dipisahkan. Tetapi perbedaannya adalah bahwa hadis semata-mata hanyalah “laporan” dan bersifat “teoritis”. Sementara sunnah adalah laporan senada yang telah memperoleh “kualitas normatif” dan menjadi “prinsip praktis” bagi umat Islam. Dalam memahami hadis, Sayyid Muhammad al-Mâlikî tidak serta merta tekstual dan ketat. Namun ia sangat luas pemikirannya, moderat, rasional dan kontesktual dalam memahami suatu hadis. Untuk menghadapi hadis yang kontradiktif pun, ia mendahulukan al-jam`u wa al-taufiq di banding metode yang lain. Sehingga ketika pemahaman hadis tersebut diaplikasikan, maka akan sesuai dengan koridor yang jelas dan dapat dijustifikasi kebenarannya.
Faktor penunjang berkembangnya pemikiran hadis Sayyid Muhammad al-Mâlikî di Indonesia, khususnya di Pondok Pesantren Daarut Tauhid dan Pondok Pesantren Nurul Haromain Malang disebabkan oleh dua faktor yang melingkupinya, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal di sini misalnya: (a) adanya persamaan manhaj pemikiran antara Sayyid Muhammad al-Mâlikî dengan lingkup pesantren di Indonesia, khusunya di Pondok Pesantren Daarut Tauhid Purworejo dan Pondok Pesantren Nurul Haromain Malang; (b) karena pengaruh genealogi keturunan Nabi (Habib atau Syarif) yang terdapat dalam diri Sayyid Muhammad al-Mâlikî; (c) adanya sanad (jejaring) keilmuan dengan Syekh Yasin al-Fadani, ulama asal Indonesia; (d) dan adanya karakter positif dari Sayyid Muhammad al-Mâlikî. Sementara dari faktor eksternal di antaranya adalah: (a) adanya interelasi historis keilmuan antara Muslim Nusantara dengan Ulama Haramain; (b) terjadinya hubungan birokrasi antara Indonesia dengan Arab Saudi.
Begitulah sekilas tentang perkembangan pemikiran hadis Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani yang sangat berkembang di Indonesia, dikarenakan banyaknya murid-murid beliau dari Indonesia yang menyebarkan sanad keilmuan hadis dari beliau. Wallahu ‘alam bish-Shawab.
Post a Comment